Lebaran atau hari raya idul fitri adalah moment yang sangat istimewa bagi umat muslim di seluruh dunia, tidak terkecuali bagi orang Betawi. Salah satu budaya Betawi di Kota Bekasi yang dilakukan secara turun – menurun dan telah mengakar menjadi sebuah kebudayaan menyambut hari raya idul fitri adalah “nyorog”. Secara istilahi tradisi ini adalah mengantar makanan atau olahan kue yang dibuat di rumah untuk diantarkan kepada orang-orang terdekat.
Untuk lebih mudah dipahami secara sederhana, tradisi nyorog dapat diartikan seseorang yang secara sengaja melebihkan porsi makanan saat memasak yang diniatkan untuk berbagi kepada sesama sebagai bentuk dari rasa hormat. Misalnya, anak kepada orang tua, menantu kepada mertua, kepada antar tetangga ataupun murid kepada gurunya.
Begitu juga sebaliknya, mereka yang menerima “nyorogan” akan merasa memiliki tanggung jawab moral untuk mengirimkan balasan berupa makanan yang dibuatnya. disinilah terjadi kegiatan saling mengantar makanan yang akan meningkat dikala bulan Ramadan. Bahkan, akan semakin semarak menjelang Lebaran.
Yang menarik, lewat tradisi nyorog, fitrah manusia sebagai mahluk sosial seperti kembali. Setiap tradisi nyorog yang berlangsung, setidaknya ada muatan interaksi sosial yang dapat dilihat dan dirasakan. Karenanya, hubungan bermasyarakat akan menjadi harmonis. Bahkan saking pentingnya tradisi nyorog, secara sosiologis, tradisi ini mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi. Karena melalui tradisi tersebut rasa kekerabatan dan persahabatan menjadi terjaga. Tidak hanya itu, nuansa saling memberi dan menerima turut diperlihatkan. Tidak diragukan lagi aktivitas ini dapat dikatakan sebagai bentuk luhur suatu penghormatan kita kepada orang tua maupun para guru.
Namun , tradisi nyorog yang berkembang saat ini dan dulu terasa telah berbeda. Dahulu, jika seseorang memiliki niatan untuk nyorog. Maka mereka akan melalui proses yang panjang. Mulai dari masak sendiri, mengemas dalam wadah khusus hingga proses mengantarkannya.
Sebelumnya memang nyorog ini memiliki nilai yang khusus, baik bagi yang ingin memberi maupun yang menerima. Tetapi, perubahan kondisi zaman, membuat banyak perubahan dari tradisi ini. Kini, semuanya dapat dilakukan lebih cepat dan praktis berkat kemajuan teknologi yang telah memberikan layanan pesan-antar. Zaman tak salah sepenuhnya memang. Cuma, perihal kepuasaan akan dirasa sedikit berbeda.
Ayo, abang mpok udah nyorog belom?
Oleh: Nur Alamsyah, S.Pd